Minggu, 28 Februari 2010

Suatu hari di Cibaduyut...

Sebenarnya, ini hanya sekadar ungkapan perasaan saya saja, tentang kejadian atau semacam experience yang saya dapatkan.

Begini...

Hari Minggu, kemarin, saya beserta 3 orang teman saya berangkat ke Cibaduyut, yang konon pusat sepatu murah di seantero Bandung. Mengingat akan kondisi sepatu saya yang sudah sakaratul maut, saya memutuskan untuk membeli yang baru, sendiri. Ini adalah pengalaman saya dalam hal beli-membeli peralatan tubuh. Soalnya, selama ini, hampir baju, celana, sepatu, dan lain-lain, adalah pemberian orang lain, entah itu dari Ibu saya, kakak saya, teman saya, panitia, atau apalah. Yang jelas, saya belum pernah memilih hal-hal semacam itu sendiri. Apalagi membelinya. Beu...

Bukan tidak punya budget buat beli, namun, saya hanya merasa malas atau merasa tidak pandai memilih hal-hal seperti itu. Takut tidak cocok atau apalah. Apalagi kalau disuruh tawar-menawar dan keliling mall atau FO hanya untuk mempertahankan uang 5000. Menurut saya nih, mending kita langsung beli dengan selisih 5.000 dan bisa mempergunakan waktu untuk hal-hal lain daripada ngotot nyari, debat dengan penjual, capek, dan bla, bla, bla... hanya untuk dapet harga lebih murah 5.000.

Ah, itu hanya di dunia khayal saya saja. Dan, akhirnya, saat itu tiba juga. Saat ke Cibaduyut itulah, debut saya dalam hal seperti ini. Dan, hasilnya....
...
...
...
...
...
...
dapet sepatu yang semula ditawarkan 150.000 jadi 90.000. Apa ini sukses ? Tidak juga, gagal mungkin. Harusnya, secara teori dan empiris, saya bisa dapatkan sepatu made ini Cibaduyut itu dengan harga jauh lebih murah, misal 60.000. Wew...

Berikut beberapa kesalahan saya :

  1. Tawaran pertama hanya separo harga awal.
    Konon, kita sebaiknya menawar dengan harga di bawah separo harga awal. Kenapa saya memulai dengan separo harga ? Soalnya, di daerah asal saya, Bantul, Yogyakarta, separo harga itu sudah tega. Ternyata, di sini lebih tega penjualnya untuk me-mark up harga.
  2. Menaikkan harga tawaran terlalu cepat.
    Kesalahan saya yang lain, menurut teman saya, harusnya naiknya bertahap, misal dari 70 ribu, ke 75 ribu dulu, jangan langsung 80 ribu.
  3. Terburu-buru
    Ini merupakan sifat buruk saya, ingin semuanya segera selesai. Apalagi diperparah dengan kecepatan bicara melebihi kecepatan berfikir. Aduh... Ini hal yang ditunggu para penjual. Sekali tawaran kita menyentuh level aman bagi mereka, langsung kita di-teror atau apalah istilahnya. Aduh...

Tapi, apa boleh buat. Kedelai sudah menjadi tempe. Akhirnya, saya perlu membayar 30ribuan hanya demi mendapat privat pelajaran "menawar". Karena saya sudah ikut privat, maka di sini saya berbagi. Daripada Anda-anda sekalian membayar juga, mending buat beli Coklat Monggo.

Rule # 1 :
Jika tidak bisa menawar (lemah), carilah istri yang jago membanting harga.

Oh iya, di salah satu toko sepatu, ada yang unik atau lebih tepat disebut aneh, mungkin juga tolol.

Bayangkan saja, ada toko sepatu di situ yang mempunya ekskalator, tangga berjalan. Tapi, HANYA ADA SATU. Dan tidak ada alat bantu turun dari lantai dua misal lift atau tangga tak berjalan. Kalau si ekskalatornya jomblo, gimana bisa turun ?. Dan, solusi mereka adalah, MEMATIKAN TANGGA BERJALAN tersebut. Agak aneh juga waktu naiknya. Berikut foto si Ekskalator Jomblo tersebut. :


Rule # 2 :
Jika ingin memasang ekskalator, siapkan dana, tempat, dan otak untuk memasang 2 (DUA) BUAH ekskalator yang sepasang, atau Anda harus mematikannya.

2 komentar:

  1. pengalaman adalah guru yang paling berharga

    BalasHapus
  2. sangat berharga bu,,, minimal 90 ribu untuk kasus ini,,,

    salam kenal sebelumnya...

    BalasHapus